Minggu, 24 Mei 2015

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Gb.1 : anak berkebutuhan khusus

PENGERTIAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS 

Istilah anak berkebutuhan khusus merupakan terjemahan dari child with special needs , ada satu istilah yang berkembang secara luas telah digunakan yaitu difabel, kependekan dari diference ability. Jika pada istilah anak luar biasa menitik beratkan pada kondisi (fisik, mental, emosional) anak, maka pada berkebutuhan khusus lebih pada kebutuhan anak untuk mencapai prestasi sesuai dengan potensinya.

KLASIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Tuna netra
Gb. 2 : tuna netra
Tuna netra adalah gangguan daya penglihatan meskipun telah diberi pertolongan dengan alat-alat bantu. Karakteristik tuna netra :
a. tidak dapat melihat 
b. kerusakan nyata pada kedua bola mata
c. mata bergoyang terus
d. peradangan hebat pada kedua mata
e. kelainan pertumbuhan pada kedua mata

Tuna rungu
Gb. 3 : tuna rungu
Karakteristik tuna rungu :
a. tidak mendengar
b. tidak ada/terlambat dalam perkembangan bahasa
c. sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi
d. tidak/kurang tanggap terhadap suara atau bila diajak bicara
e. ucapan kata tidak jelas

Tuna wicara
Tuna grahita (sedang dan ringan)
Tuna daksa (sedang dan ringan)
Gb. 4 : tuna daksa
Karakteristik tuna daksa :
a. anggota-anggota gerak kaku/lemah/lumpuh
b. ada cacat pada alat gerak
c. kesulitan dalam gerakan-gerakan (kaku/tidak lentur/tak terkendali)
d. ada bagian-bagian anggota gerak yang tak lengkap/tak sempurna/lebih kecil dari biasa
e. jari-jari tangan kaku dan tidak bisa menggenggam

Tuna laras, HIV, AIDS, dan Narkoba
Autisme, Syndrom asperger
Gb. 5 : autisme
Autisme merupakan gangguan perkembangan sel-sel saraf yang tanpa diketahui penyebabnya. James Coplan menyatakan bahwa autisme muncul tanpa membedakan usia, tingkat kecerdasan dan status sosial. Gangguan spektrum autisme meliputi masalah sosial, bahasa dan fungsi perilaku. Autisme bervariasi dari ekspresi yang minimal (hipoaktif) hingga sangat ekspresif (hiperaktif). 
Orang-orang asperger cenderung memiliki intelegensi rata-rata dan sering memiliki keterampilan berkomunikasi yang lebih baik daripada anak-anak autis. 
Tuna ganda
Kesulitan belajar, lambat belajar (ADHD, disgrafia, dislexia, diskalkulia, dispraxia)
Gb. 6 : karakteristik anak ADHD

ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorder) dapat diterjemahkan dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas Gejalanya sekilas mirip dengan autisme, tetapi memiliki kemampuan komunikasi dan interaksi sosial yang jauh lebih baik. 

Gb. 7: anak disleksia
Disleksia merupakan suatu kondisi yang terdapat di dalam segala tingkat kemampuan dan menyebabkan kesulitan yang terus-menerus dalam memperoleh kemampuan membaca dan menulis. Masalah yang dihadapi mencakup penyusunan urutan, pengorganisasian ucapan dan tulisan, pengendalian pengendalian motorik halus, kesulitan mengarahkan gerak, bunyi yang membentuk kata-kata, interpretasi kata dan persepsi.

Gb. 8 : anak diskalkulia
Diskalkulia berhubungan dengan kekurangan di dalam belajar matematika, kesulitan untuk mengerti dan mengingat konsep angka dan hubungan angka.
Dispraksia berhubungan dengan kemampuan untuk mengatur gerak. Masalah yang dihadapi mancakup masalah dengan bahasa, baik lisan maupun tertulis.   
Anak dengan gangguan disgrafia sebetulnya mengalami kesulitan dalam mengharmonisasikan ingatan dengan penguasaan gerak ototnya secara otomatis saat menulis huruf dan angka.
Gifted (IQ > 125) dan talented (bakat istimewa) serta indigo
Anak gifted memiliki intelegensi jauh di atas normal, dan perilaku mereka seringkali terkesan aneh. Biasanya kejeniusan anak gifted hanya pada suatu bidang tertentu. Gejalanya mirip dengan autisme.

PERMASALAHAN-PERMASALAHAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

1. proses pengolahan ilmu di otak relatif kurang
2. yang berintelegensi tinggi akan menghadapi kesulitan dalam pembelajaran normal
3. kesulitan mempertahankan perhatian, mudah buyar dan kurang kontrol diri
4. mengalami kesulitan mengurutkan aktivitas dan kurang kreatif
5. mempunyai keterbatasan komunikasi
6. sulit menerima aksi orang lain
7. Memori yang pendek sehingga mudah lupa

KESIMPULAN

Ada satu istilah yang berkembang secara luas telah digunakan yaitu difabel, kependekan dari diference ability. Jika pada istilah anak luar biasa menitik beratkan pada kondisi (fisik, mental, emosional) anak, maka pada berkebutuhan khusus lebih pada kebutuhan anak untuk mencapai prestasi sesuai dengan potensinya. Klasifikasi anak berkebutuhan khusus adalah tuna netra, tuna rungu, tuna wicara, tuna daksa, tuna laras, autisme, ADHD, disgrafia, disleksia, diskalkulia, dispraksia, anak gifted serta indigo. Permasalahan anak berkebutuhan khusus antara lain proses pengolahan ilmu di otak relatif kurang, mudah buyar dan kurang kontrol diri, mudah lupa dan mempunyai keterbatasan komunikasi. 

REFERENSI

Ginintasasi, Rahayu. 2009. Proses Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI/195009011981032RAHAYU_GININTASASI/Proses_Pembelajaran_ABKx.pdf
Mahabbati, Aini. 2013. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus. http://staff.uny.ac.id/dosen/aini-mahabbati-spd-ma
Suparno, dkk. 2007. Pendidikan Anak Kebutuhan Khusus. Jakarta : Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional

Menurut saya, kaitan anak berkebutuhan khusus dengan pembelajaran fisika adalah guru di kelas harus lebih sabar dalam mendidiknya karena kurang fokusnya anak berkebutuhan khusus ketika belajar. Kaitannya dengan Islam adalah Islam tidak membeda-bedakan semua manusia karena yang membedakan di mata Allah swt. adalah ketakwaannya. Kaitannya dengan psikologi adalah kondisi psikis anak berkebutuhan khusus dalam lingkungan sosialnya karena mungkin ada saja orang lain yang mengejek atau mengacuhkan keberadaannya. Jadi, siapapun yang bertemu dengan anak berkebutuhan khusus sebaiknya jangan memandang rendah orang itu.     

Terdapat salah satu anak berkebutuhan khusus yang bernama Rifki. Anak tersebut sekarang sudah duduk di bangku kelas 11. Ketika SD, Rifki diajar oleh mama saya. Rifki dianggap sebagai salah satu anak berkebutuhan khusus karena dia tidak mudah fokus ketika belajar. Rifki hanya tertarik pada pelajaran agama, menggambar dan sejarah, selain ketiga pelajaran tersebut, dia tidak fokus untuk belajar. Ketika teman-temannya sedang belajar, Rifki lebih senang untuk mengganggu teman-temannya  atau tidur. Dalam berhubungan sosial dengan teman-temannya, dia cukup baik dalam berkomunikasi hanya saja teman-temannya menganggap dia aneh sehingga Rifki sedikit dijauhi oleh teman-temannya.

Minggu, 17 Mei 2015

Contoh Klasifikasi Taksonomi Bloom dalam RPP


Ranah Kognitif (C)
Contoh :
Mendefinisikan massa jenis zat sebagai sifat khusus zat (C5)
Merumuskan massa jenis zat (C5)
Mengkonversikan satuan massa jenis zat (C2)
Menghitung massa jenis suatu zat (C2)
Membedakan fluida statis dan fluida dinamis (C2) 
Menyebutkan contoh penerapan fluida statis dalam kehidupan sehari-hari (C1)
Menemukan alasan bahan yang tepat untuk digunakan dalam pembuatan kapal selam sederhana (C4)
Menceritakan dalam bentuk tulisan hukum pokok hidrostatis dan hukum Pascal pada bejana berhubungan (Mengemukakan-C2)
Merencanakan percobaan dengan hukum Pascal (C5)
Melaksanakan percobaan dengan hukum Pascal (C3)

Ranah Afektif (A)
Contoh :
Mengembangkan perilaku (jujur,disiplin, tanggungjawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerja sama, cinta damai, responsif dan pro aktif) dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan bangsa dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia (A5)

Menurut saya, RPP ini sudah cukup bagus. Namun, kurangnya ranah psikomotor membuat RPP ini menjadi kurang baik. Karena penting untuk menyeimbangkan antara ranah kognitif, afektif dan psikomotor agar menghasilkan lulusan yang mampu untuk melakukan segala kegiatan yang ada di ranah kognitif, afektif dan psikomotor.


KREATIVITAS

Pengertian Kreativitas

A. Pengertian kreativitas menurut para ahlinya :

Menurut Barron, kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru. Sesuatu yang baru disini bukan berarti harus sama sekali baru, tetapi dapat juga sebagai kombinasi dari unsur-unsur yang telah ada sebelumnya. Menurut Guilford, kreativitas mengacu pada kemampuan yang menandai ciri-ciri orang kreatif. Utami Munandar mengatakan bahwa kreativitas adalah kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan dan orisinalitas dalam berpikir serta kemampuan untuk mengelaborasi suatu gagasan. Jadi, kreativitas adalah proses mental yang melibatkan pemunculan gagasan atau konsep baru, atau hubungan baru antara gagasan dan konsep yang sudah ada.
Gb.1 : Kreativitas bukan pilihan. 
Kreativitas adalah hal yang diperlukan.
Ayat Al-Qur'an yang menerangkan tentang perintah kreativitas secara tersirat terdapat dalam Q.S Al-Baqarah ayat 219, Allah berfirman : "Demikianlah, Allah menerangkan kepadamu ayat-ayat-Nya, agar kamu berpikir" (Q.S Al-Baqarah [2] : 219)
Ayat di atas memberikan penjelasan bahwa sebenarnya Islam pun dalam hal ke-kreativitas-an memberikan kelapangan pada umatnya untuk berkreasi dengan akal pikirannya dan dengan hati nuraninya (qalbunya) dalam menyelesaikan persoalan-persoalan hidup di dalamnya. Bahkan, tidak hanya cukup sampai disini, dalam Al-Qur'an sendiri pun tercatat lebih dari 640 ayat yang mendorong pembacanya untuk berpikir kreatif.

Perkembangan Kreativitas

Tahap Sensorik-Motorik (0-2 tahun)

Pada tahap inii belum memiliki kemampuan untuk mengembangkan kreativitasnya. Sebab, pada tahapini tindakan-tindakan anak masih berupa tindakan-tindakan fisik yang bersifat refleksif, pandangannya terhadap objek masih belum permanen, belum memiliki konsep tentang ruang dan waktu, belum memiliki konsep tentang sebab-akibat, bentuk permainannya masih merupakan pengulangan reflek-reflek, belum memiliki konsep tentang diri, ruang dan belum memiliki kemampuan berbahasa. 

Tahap Pra Operasional (2-7 tahun)

Pada tahap ini kemampuan mengembangkan kreativitassudah mulai tumbuh karena anak sudah mulai mengembangkan memori dan telah memiliki kemampuan untuk memikirkan masa lalu dan masa yang akan datang, meskipun dalam jangka waktu yang pendek.

Tahap Operasional Konkret (7-11 tahun)

Faktor-faktor yang memungkinkan semakin berkembanganya kreativitas itu adalah :
a. Anak sudah mulai mampu untuk menampilkan operasi-operasi mental
b. Mulai mampu berpikir logis dalam bentuk yang sederhana
c. Mulai berkembang kemampuan untuk memelihara identitas-identitas diri
d. Konsep tentang ruang sudah semakin luas
e. Sudah amat meyadari akan adanya masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang
f. Sudah mampu mengimajinasikan sesuatu, meskipun biasanya masih memerlukan bantuan objek-objek konkret

Tahap Operasional Formal (11 tahun ke atas)

Ada beberapa faktor yang mendukung berkembangnya potensi kreativitas ini, yakni :
a. Remaja sudah mampu melakukan kombinasi tindakan secara proporsional berdasarkan pemikiran logis
b. Remaja sudah mampu melakukan kombinasi objek-objek secara proporsional berdasarkan pemikiran logis
c. Remaja sudah memiliki pemahaman tentang ruang relatif
d. Remaja sudah memiliki pemahaman tentang waktu relatif
e. Remaja sudah mampu melakukan pemisahan dan pengendalian variabel-varibel dalam menghadapi masalah yang kompleks
f. Remaja sudah mampu melakukan abstraksi relatif dan berpikir hipotesis
g. Remaja sudah memiliki diri ideal
h. Remaja sudah menguasai bahasa abstrak

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kreativitas

Faktor Internal Individu

Gb. 2 : faktor internal kreativitas
a. Kebutuhan terhadap pengalaman dan rangsangan dari luar atau dari dalam individu
b. Evaluasi internal, yaitu kemampuan individu dalam menilai produk yang dihasilkan ciptaan seseorang ditentukan oleh dirinya sendiri, bukan karena kritik dan pujian dari orang lain
c. Kemampuan untuk bermain dan mengadakan eksplorasi terhadap unsur-unsur, bentuk-bentuk, konsep atau membentuk kombinasi baru dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya

Faktor Eksternal (Lingkungan)

Gb. 3 : salah satu faktor eksternal kreativitas adalah keluarga
 
Faktor eksternal (lingkungan) yang dapat mempengaruhi kreativitas individu adalah lingkungan kebudayaan yang mengandung keamanan dan kebebasan psikologis. Peran kondisi lingkungan mencakup lingkungan dalam arti kata luas yaitu masyarakan dan kebudayaan. Kebudayaan dapat mengembangkan kreativitas jika kebudayaan itu memberikan kesempatan adil bagi pengembangan kreativitas potensial yang dimiliki anggota masyarakat. 

Faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas menurut Hurlock adalah :
a. Jenis kelamin. Kreativitas laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan, terutama setelah berlalunya masa kanak-kanak
b. Status sosioekonomi. Anak dari kelompok sosioekonomi yang lebih tinggi cenderung lebih kreatif dari pada yang rendah
c. Urutan kelahiran. Anak dari berbagai urutan kelahiran menunjukkan tingkat kreativitas yang berbeda
d. Ukuran keluarga. Anak dari keluarga kecil bilamana kondisi lain sama cenderung lebih kreatif dari pada anak dari keluarga besar
e. Lingkungan. Anak yang tinggal di lingkungan kota cenderung lebih kreatif dari pada anak yang tinggal di lingkungan desa
f. Intelegensi. Setiap anak yang lebih pandai menunjukkan kreativitas yang lebih besar dari pada anak yang kurang pandai

Upaya Mengembangkan Kreativitas dan Implikasinya dalam Pendidikan 

1. Pembimbing berusaha memahami pikiran dan perasaan anak
2. Pembimbing mendorong anak untuk mengungkapkan gagasan-gagasannya tanpa mengalami hambatan
3. Pembimbing lebih menekankan pada proses dari pada hasil sehingga pembimbing dituntut mampu memandang permasalahan anak sebagai bagian dari keseluruhan dinamika perkembangan dirinya
4. Pembimbing tidak memaksakan pendapat, pandangan atau nilai-nilai tertentu kepada anak
5. Pembimbing berusaha mengeksplorasi segi-segi positif yang dimiliki anak dan bukan sebaliknya mencari kesalahan anak.
Gb. 4 : kreativitas membolehkan dirimu untuk melakukan kesalahan. 
seni adalah sesuatu yang harus dijaga.

Kesimpulan

Kreativitas adalah proses mental yang melibatkan pemunculan gagasan atau konsep baru, atau hubungan baru antara gagasan dan konsep yang sudah ada. Tahapan perkembangan kreativitas, yaitu tahap sensorik-motorik (0-2 tahun), tahap pra operasional (2-7 tahun), tahap operasional konkret (7-11 tahun), dan tahap operasional formal (11 tahun ke atas). Faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas dibedakan atas faktor internal dan eksternal.

Menurut saya, kaitan kreativitas dalam belajar fisika adalah dengan membiarkan siswa untuk belajar dengan caranya masing-masing sekreatif mungkin, entah seperti menguraikan konsep-konsep fisika melalui gambar atau mengembangkan ide-ide dengan membuat alat fisika. Kaitan kreativitas dengan Islam seperti pada Q.S Ar-Ra'd ayat 11, "Sesungguhnya Allah tidak mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Kaitannya adalah dengan kreativitas yang kita miliki, kita dapat mengubah nasib hidup menjadi lebih baik lagi. Kaitan kreativitas dengan psikologi adalah berhubungan dengan pola pikir manusia yang semakin baik karena dengan kreativitas dapat meningkatkan kualitas pola pikir kita. 

REFERENSI

Munandar, Utami. 1992. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia
Munandar, Utami. 2004. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta : PT Asdi Mahasatya
Semiawan, Conny R. 1999. Perkembangan dan Belajar Peserta Didik. Jakarta : Direktoran Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Guru Sekolah Dasar Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

MAKALAH KONSEP DIRI


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Pada umumnya setiap peserta didik ingin meraih keberhasilan dan kesuksesan dimasa yang akan datang setelah mereka tamat dari bangku sekolah. Untuk meraih keberhasilan itu maka dibutuhkan konsep diri yang baik, sebab tanpa adanya tujuan dan pembentukan konsep diri yang tepat maka siswa akan mengalami kesulitan dalam memilih bakat dan minat yang ada sesuai dengan kemampuannya.
Masalah-masalah rumit yang dialami oleh peserta didik, seringkali dan bahkan hampir semua sebenarnya berasal dari dalam diri. Mereka tanpa sadar menciptakan mata rantai masalah yang berakar dari problem konsep diri.
Dengan kemampuan berpikir dan menilai, peserta didik suka menilai yang macam-macam terhadap diri sendiri maupun sesuatu atau orang lain dan bahkan meyakini persepsinya yang belum tentu obyektif. Dari situlah muncul problem seperti inferioritas, kurang percaya diri, dan hobi mengkritik diri sendiri.

B.     Pembatasan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis membatasi masalah yaitu dengan membahas:
1.      Pengertian konsep diri.
2.      Pembagian konsep diri.
3.      Mengembangkan perkembangan konsep diri.
4.      Pengaruh konsep diri terhadap prestasi.

C.    Rumusan Masalah
Dari penulisan latar belakang makalah ini, penulis ingin mengetahui beberapa permasalahan-permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan makalah ini, antara lain:
1.      Apa yang dimaksud dengan konsep diri?
2.      Apa saja pembagian konsep diri?
3.      Apa saja upaya mengembangkan perkembangan konsep diri?
4.      Bagaimanakah pengaruh konsep diri terhadap prestasi?  

D.    Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:

1.      Untuk mengetahui pengertian konsep diri.

2.      Untuk mengetahui pembagian konsep diri.

3.      Untuk mengetahui upaya mengembangkan perkembangan konsep diri. 
4.      Untuk mengetahui pengaruh konsep diri terhadap presatasi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.    Pengertian Konsep diri

1.      Pengertian Konsep diri

Gb.1 : pertanyaan untuk mengetahui konsep diri
 masing-masing orang

Menurut Baron dan Byrne mengatakan konsep diri merupakan sekumpulan fungsi yang kompleks yang berbeda yang dipegang oleh seseorang tentang dirinya. Menurut William D. Broks mendefinisikan konsep diri adalah pandangan dan perasaan tentang kita, yang bersifat psikologi, sosial, dan fisis. Menurut Sulaeman, konsep diri adalah kesluruhan ide-ide dan sikap-sikap seseorang sebagai apa dan siapa dia. Suryabrata menyatakan konsep diri mempunyai empat aspek, yaitu bagaimana orang mengamati dirinya sendiri, bagaimana orang berpikir tentang dirinya sendiri, bagaimana orang menilai dirinya sendiri, bagaimana berusaha dengan berbagai cara untuk menyampaikan dan mempertahankan diri. Calhoun dan Acocela (1990) menyatakan konsep diri adalah gambaran mental individu yang terdiri dari pengetahuannya  tentang diri sendiri, pengharapan bagi diri sendiri, dan penilaian terhadap diri sendiri. Konsep diri di dalam Islam, Allah SWT berfirman dalam Q.S. At-Taghabun ayat 16 yang artinya :
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
Dari uraian di atas dapat disimpulkan pengertian konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh, baik fisikal, emosional, intelektual, sosial, dan spiritual terhadap masyarakat, lingkungan maupun terhadap Tuhan Yang Maha Esa .

2.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri  

Kerangka Menurut Stuart dan Sudeen ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri. Faktor-faktor tersebut terdiri dari teori perkembangan Significant Other (orang yang terpenting atau yang terdekat ) dan Self Perception (persepsi diri sendiri).
a.       Teori Perkembangan
Konsep diri berkembang secara bertahap sejak lahir seperti mulai mengenal dan membedakan dirinya dan orang lain. Dalam melakukan kegiatannya memiliki batasan diri yang terpisah dari lingkungan dan berkembang melalui kegiatan eksplorasi lingkungan melalui bahasa, pengalaman atau pengenalan tubuh, nama panggilan, pengalaman budaya dan hubungan interpersonal, kemampuan pada area tertentu yang dinilai oleh diri sendiri atau masyarakat serta aktualisasi diri dengan merealisasi potensi yang nyata.
b.      Significant Other (Orang Terpenting atau Terdekat)
Konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain, belajar diri sendiri melalui cermin orang lain yaitu dengan cara pandangan diri merupakan interpretasi diri pandangan orang lain terhadap diri, anak sangat dipengaruhi orang yang dekat, remaja dipengaruhi oleh orang lain yang dekat dengan dirinya, pengaruh orang dekat atau orang penting sepanjang siklus hidup, pengaruh budaya dan sosialisasi.
c.       Self Perception (Persepsi Diri Sendiri)
Yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaiannya, serta persepsi individu terhadap pengalamannya akan situasi tertentu. Konsep diri dapat dibentuk melalui pandangan diri dan pengalaman yang positif. Sehingga konsep merupakan aspek yang kritikal dan dasar dari prilaku individu. Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang dapat berfungsi lebih efektif yang dapat dilihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan. Sedangkan konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang terganggu. Menurut Stuart dan Sundeen penilaian tentang konsep diri dapat dilihat berdasarkan rentang-rentang respon konsep diri, yaitu :

a.      Aktualisasi Diri
Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar belakang pengalaman yang nyata yang sukses dan diterima.
b.       Konsep Diri Positif
Konsep diri positif apabila individu memiliki pengalaman yang positif dalam beraktualisasi diri.
c.       Harga Diri Rendah
Harga diri rendah adalah transisi antara respon konsep diri adaptif dengan respon konsep diri maladaptif.
d.      Kerancuan Identitas
Kekacauan identitas adalah kegagalan individu mengintegrasikan aspek – aspek identitas masa kanak – kanak ke dalam kematangan aspek psikososial kepribadian pada masa dewasa yang harmonis.
e.      Depersonalisasi
Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat membedakan dirinya dengan orang lain.

B.     Pembagian Konsep Diri

Untuk Konsep diri terbagi menjadi beberapa bagian. Pembagian konsep diri tersebut dikemukakan oleh Stuart dan Sundeen (1991), yang terdiri dari :

1.      Pola Gambaran Diri (Body Image)

Gb. 2 : sering-seringlah berkaca untuk mengetahui 
gambaran diri sendiri 

Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, dan fungsi penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan pengalaman baru setiap individu (Stuart and Sundeen, 1991). Sejak lahir individu mengeksplorasi bagian tubuhnya, menerima stimulus dari orang lain, kemudian mulai memanipulasi lingkungan dan mulai sadar dirinya terpisah dari lingkungan  (Keliat, 1992). Gambaran diri berhubungan dengan kepribadian. Cara individu memandang dirinya mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologisnya. Individu yang stabil, konsisten dan realistis terhadap gambaran dirinya akan memperlihatkan kemampuan yang mantap terhadap realisasi yang akan memacu sukses dalam kehidupan. Menurut Potter dan Perry (2005), Body image berkembang secara bertahap selama beberapa tahun dimulai sejak anak belajar mengenal tubuh dan struktur, fungsi, kemampuan dan keterbatasan mereka. Body image (citra tubuh) dapat berubah dalam beberapa jam, hari, minggu atau pun bulan tergantung pada stimuli eksterna dalam tubuh dan perubahan aktual dalam penampilan, stuktur dan fungsi.
2.      Ideal Diri
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia seharusnya bertingkah laku berdasarkan standar pribadi. Standar dapat berhubungan dengan tipe orang yang diinginkan/disukainya atau sejumlah aspirasi, tujuan, nilai yang diraih. Ideal diri akan mewujudkan cita-cita ataupun penghargaan diri berdasarkan norma-norma sosial di masyarakat tempat individu tersebut melahirkan penyesuaian diri. Ideal diri berperan sebagai pengatur internal dan membantu individu mempertahankan kemampuan menghadapi konflik atau kondisi yang membuat bingung. Ideal diri penting untuk mempertahankan kesehatan dan  keseimbangan mental. Pembentukan ideal diri dimulai pada masa anak-anak dipengaruhi oleh orang yang dekat dengan dirinya yang memberikan harapan atau tuntunan tertentu. Seiring dengan berjalannya waktu individu menginternalisasikan harapan tersebut dan akan membentuk dari dasar ideal diri. Pada usia remaja, ideal diri akan terbentuk melalui proses identifikasi pada orang tua, guru dan teman. Pada usia yang lebih tua dilakukan penyesuaian yang merefleksikan berkurangnya kekuatan fisik dan perubahan peran serta tanggung jawab. Menurut Anna Keliat (2005), ada beberapa faktor yang mempengaruhi ideal diri, yaitu :
a.     Kecenderungan individu menetapkan ideal pada batas kemampuannya.
b.    Faktor budaya akan mempengaruhi individu menetapkan ideal diri.
c.   Ambisi dan keinginan untuk melebihi dan berhasil, kebutuhan yang realistis, keinginan untuk mengklaim diri dari kegagalan, perasaan cemas dan rendah diri.
d.   Kebutuhan yang realistis.
e.    Keinginan untuk menghidari kegagalan.
f.     Perasaan cemas dan rendah diri.
Ideal diri hendaknya ditetapkan tidak terlalu tinggi, tetapi masih lebih tinggi dari kemampuan agar tetap menjadi pendorong dan masih dapat dicapai.
 
3.      Harga Diri
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisis seberapa banyak kesesuaian tingkah laku dengan ideal dirinya. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain, yaitu dicintai, dihormati dan dihargai. Mereka yang menilai dirinya positif cenderung bahagia, sehat, berhasil dan dapat menyesuaikan diri, sebaliknya individu akan merasa dirinya negatif, relatif tidak sehat, cemas, tertekan, pesimis, merasa tidak dicintai atau tidak diterima di lingkungannya. Harga diri dibentuk sejak kecil dari adanya penerimaan dan perhatian. Harga diri akan meningkat sesuai dengan meningkatnya usia. Harga diri akan sangat mengancam pada saat pubertas, karena pada saat ini harga diri mengalami perubahan, karena banyak keputusan yang harus dibuat menyangkut dirinya sendiri. Harga diri tinggi terkait dengan ansietas yang rendah, efektif dalam kelompok dan diterima oleh orang lain. Harga diri rendah terkait dengan hubungan interpersonal yang buruk, resiko terjadi depresi, dan skizofrenia. Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri. 

4.      Identitas 

Gb. 3 : pentingnya identitas diri bagi setiap orang 

Identitas adalah pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan keunikan individu. Mempunyai konotasi otonomi dan meliputi persepsi seksualitas seseorang. Pembentukan identitas dimulai pada masa bayi dan seterusnya berlangsung sepanjang kehidupan tapi merupakan tugas utama pada masa remaja. Pada masa anak- anak , untuk membentuk identitas dirinya, anak harus mampu membawa semua perilaku yang di pelajari kedalam keutuhan yang koheren , konsisten dan unik. Rasa identitas ini secara kontiniu timbul dan di pengaruhi oleh situasi sepanjang hidup. Pada masa remaja , banyak terjadi perubahan fisik, emosional, kognitif dan social. Dimana dalam masa ini apabila tidak dapt memenuhi harapan dorongan diri pribadi dan social yang membantu mendefinisikan tentang diri maka remaja ini dapat mengalami kebingungan identitas. Seseorang dengan rasa identitas yang kuat akan merasa terintegrasi bukan terbelah.
 
5.      Peran (Role Performance)
Gb. 4 : peran dalam lingkungan sosial
Peran adalah serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu di berbagai kelompok sosial. Peran yang ditetapkan adalah peran dimana seseorang tidak mempunyai pilihan. Peran yang diterima adalah peran yang terpilih atau dipilih oleh individu. Peran adalah sikap dan perilaku nilai serta tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat. Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok dengan ideal diri. Posisi di masyarakat dapat merupakan stressor terhadap peran karena struktur sosial yang menimbulkan kesukaran, tuntutan serta posisi yang tidak mungkin dilaksanakan.

C.    Konsep Diri Positif dan Konsep Diri Negatif  

  Gb. 5 : konsep diri positif dan konsep diri negatif

Menurut Calhoun dan Acocela (1990), dalam perkembangannya konsep diri terbagi menjadi dua, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif.
1.         Konsep Diri Positif  
Konsep diri positif kepada penerimaan diri bukan sebagai suatu kebanggaan yang besar tentang diri. Konsep diri yang positif bersifat stabil dan bervariasi. Individu yang memiliki konsep diri positif adalah individu yang tahu betul tentang dirinya.
Individu dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam tentang dirinya sendiri, evaluasi terhadap dirinya sendiri menjadi positif dan dapat menerima keberadaan orang lain.
Individu yang memiliki konsep diri positif akan merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan realitas, yaitu tujuan yang memiliki kemungkinan besar untuk dapat dicapai, mampu menghadapi kehidupan di depannya serta menganggap bahwa hidup adalah suatu proses penemuan. Singkatnya, individu yang memiliki konsep diri positif adalah individu yang tahu betulsiapa dirinya sehingga dirinya menerima segala kelebihan dan kekurangan, evaluasi terhadap dirinya menjadi lebih positif dan mampu merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan realitas.
Seseorang yang memiliki konsep diri positif memiliki karakterikstik seperti berikut:
a.     Merasa sanggup menyelesaikan masalah yang terjadi. Pemahaman diri terhadap kemampuan subyektif dalam menyelesaikan masalah-masalah obyektif yang dihadapi.
b.    Merasa sepadan dengan orang lain. Seseorang yang memiliki konsep diri positif memiliki pemikiran bahwa saat dilahirkan manusia tidak membawa kekayaan dan pengetahuan. Kekayakan dan pengetahuan bisa dimiliki dari bekerja dan proses belajar selama hidup. Hal inilah yang mendasari sikap seseorang yang tidak merasa kurang ataupun lebih dari orang lain.
c.     Tidak malu saat dipuji. Konsep diri positif membangun pribadi yang memiliki pemahaman bahwa pujian atau penghargaan layak diterima seseorang berdasarkan hasil yang telah dicapainya.
d.    Merasa mampu memperbaiki diri. Dengan memiliki konsep diri positif seseorang akan merasa mampu untuk memperbaiki sikap yang dirasa kurang.
2.         Konsep Diri Negatif
Calhoun dan Acocela membagi konsep diri negatif menjadi dua tipe, yaitu : Pandangan individu tentang dirinya sendiri benar-benar tidak teratur, tidak memiliki perasaan kestabilan dan keutuhan diri. Individu tersebut benar-benar tidak tahu siapa dirinya, kelebihan dan kelemahannya atau cara hidup yang tepat. Singkatnya, individu yang memiliki konsep diri negatif terdiri dari 2 tipe, tipe pertama yaitu individu yang tidak tahu siapa dirinya dan tidak mengetahui kekurangan dan kelebihannya, sedangkan tipe kedua adalah individu yang memandang dirinya dengan sangat teratur dan stabil. Seseorang dengan konsep diri negatif akan menunjukkan karakteristik seperti berikut ini:
a.     Sensitif terhadap kritik. Pemilik konsep diri negatif biasanya kurang bisa menerima kritik dari orang lain sebagai upaya refleksi diri.
b.    Senang dengan pujian. Sikap berlebihan terhadap tindakan yang dilakukan sehingga merasa perlu mendapat penghargaan terhadap segala tindakannya.
c.     Merasa tidak disukai orang lain. Selalu muncul anggapan bahwa orang lain disekitarnya akan memandang negatif terhadap dirinya.
d.    Suka mengkritik orang lain. Meski tidak suka dikritik namun pribadi ini senang sekali menghujani kritikan negatif kepada orang lain.
e.     Bermasalah dengan lingkungan sosialnya. Pribadi yang memiliki konsep diri negatif merasa kurang mampu berinteraksi dengan orang lain.

D.    Mengembangkan Perkembangan Konsep Diri 

Gb. 6 : cara untuk mengembangkan konsep diri
Konsep diri terbentuk melalui proses belajar sejak masa pertumbuhan seseorang manusia dari kecil hingga dewasa. Lingkungan dan pengalaman orang tua turut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap konsep diri yang terbentuk. Sikap orang tua dan lingkungan akan menjadi bahan informasi bagi anak untuk tumbuh menilai siapa dirinya. Lingkungan yang kurang mendukung akan membentuk konsep diri yang negatif. Jika lingkungan dan orang tua mendukung dan memberikan sifat baik akan membentuk konsep diri siswa yang positif.
Menurut Charles Horton Cooley konsep diri dapat dimunculkan dengan melakukan pembayangan diri sendiri sebagai orang lain, yang disebutnya sebagai looking-glass self (diri-cermin) seakan-akan kita menaruh cermin dihadapan kita sendiri. Prosesnya dimulai dengan membayangkan bagaimana kita tampak pada orang lain, kita melihat sekilas diri kita seperti dalam cermin. Misalnya, kita merasa wajah kita menarik atau tidak menarik. Proses kedua, kita membayangkan bagaimana orang lain menilai penampilan kita. Apakah orang lain menjadi kita menarik, cerdas atau tidak menarik. Proses ketiga, kita kemudian mengalami perasaan bangga atau kecewa atas percampuran penilaian diri kita sendiri dan penilaian orang lain. Jika penilaian kita terhadap diri sendiri positif, dan orang lain pun menilai kita positif, maka kita kemudian mengembangkan konsep diri yang positif. Begitu sebaliknya, penilaian orang lain terhadap diri kita negatif, dan kita pun menilai diri kita negatif, maka kemudian kita mengembangkan konsep diri yang negatif.
Menurut Verderber, upaya mengembangkan perkembangan konsip diri individu dapat dilakukan dengan cara:
a.       Self-appraisal
Istilah ini menunjukkan suatu pandangan yang menjadikan diri sendiri sebagai objek dalam komunikasi atau dengan kata lain adanya kesan kita terhadap diri kita sendiri.
b.      Reaction and Response of Others
Konsep diri itu tidak saja berkembang melalui pandangan kita terhadap diri sendiri, namun berkembang dalam rangka interaksi kita dengan masyarakat. Dengan demikian apa yang ada pada diri kita dievaluasi oleh orang lain melalui interaksi kita dengan orang tersebut, dan pada gilirannya evaluasi masing-masing individu mempengaruhi perkembangan konsep diri kita.
c.       Roles You Play-Role Taking
Peran memiliki pengaruh terhadap konsep diri, adanya aspek peran yang kita mainkan sedikit banyak akan mempengaruhi konsep diri individu. Peran yang individu mainkan itu adalah hasil dari sistem nilai individu. Individu dapat memotret diri sebagai individu yang bermain sesuai persepsi yang didasarkan pada pengalaman diri sendiri, yang di dalamnya terdapat unsur selektivitas dari keinginan individu untuk memainkan peran.
d.      Reference Groups
Konsep diri individu juga terbentuk dari adanya kelompok yang bercirikan individu itu terkumpul dalam suatu kelompok atau komunitas yang diiinginkan. Setiap kelompok tersebut mempunyai ikatan enosional yang pada akhirnya dapat berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri individu. Dalam kelompok tersebut individu akan mengarahkan perilakunya dan menyesuaikan dirinya sesuai dengan ciri-ciri dan karakteristik kelompoknya itu. Artinya jika kelompok ini kita anggap penting dalam arti mereka dapat menilai dan bereaksi pada kita, hal ini akan menjadi kekuatan untuk menentukan konsep diri. Jadi cara kita menilai diri kita merupakan bagian dari fungsi kita dievaluasi oleh kelompok rujukan.
e.       Berpikir positif
Segala sesuatu tergantung pada cara kita memandang segala sesuatu baik terhadap persoalan maupun terhadap seseorang, artinya kendalikan pikiran jika pikiran itu mulai menyesatkan jiwa dan raga.
f.       Jangan memusuhi diri sendiri
Sikap menyalahkan diri sendiri yang berlebihan merupakan pertanda bahwa ada permusuhan dengan kenyataan diri akan menimbulkan konsep diri yang negatif

E.     Pengaruh Konsep Diri Terhadap Prestasi

1.         Pengertian Prestasi  
Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh seseorang setelah ia melakukan perubahan belajar, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Webster’s New International Dictionary mengungkapkan bahwa prestasi adalah : “Achievement test a standardised test for measuring the skill or knowledge by person in one more lines of work a sudy”. Prestasi adalah tes standar untuk mengukur kecakapan atau pengetahuan bagi seseorang dalam satu atau lebih garis-garis pekerjaan atau belajar. Prestasi belajar yang dicapai seorang individu merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri (faktor internal) maupun dari luar diri (faktor eksternal) individu
Gb. 7 : prestasi

Sumber penguat belajar dapat secara ekstrinsik (nilai, pengakuan, penghargaan) dan dapat secara intrinsik (kegairahan untuk menyelidiki, mengartikan situasi). Prestasi belajar ialah hasil usaha bekerja atau belajar yang menunjukkan ukuran kecakapan yang dicapai. Siswa harus memiliki prestasi belajar yang baik demi terciptanya manusia yang berkualitas dan berprestasi tinggi. Prestasi belajar merupakan tolak ukur maksimal yang telah dicapai siswa setelah melakukan proses belajar selama waktu yang ditentukan. Prestasi belajar siswa banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik berasal dari dalam dirinya (internal) maupun dari luar dirinya (eksternal).
2.      Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yang dikhusukan ke konsep diri, adalah adanya konsep diri yang tinggi. Konsep diri yang tinggi akan memudahkan siswa belajar secara teratur dan terarah. Sedangkan konsep diri rendah akan menjadikan seseorang memiliki perasaan tidak mampu memahami diri sendiri, rendah diri, sehingga siswa tersebut menjadi minder bergaul dan mengurangi interaksi di sekolah. Selain itu konsep diri yang tinggi menjadikan seeorang menjadi percaya diri atas apa yang dimilikinya sehingga menjadikan seseorang agar selalu berpikir positif terhadap dirinya sendiri.
3.      Hubungan Konsep Diri terhadap Prestasi Belajar
Konsep diri menjadikan seseorang melakukan suatu perbuatan tertentu sehingga konsep diri sangat dibutuhkan dalam membentuk kepribadian seseorang. Prestasi belajar dapat ditentukan oleh berbagai aspek salah satunya adalah konsep diri. Ketika seorang individu mempunyai konsep diri yang baik sehingga dapat melahirkan suatu pola berpikir yang positif, maka hal itu akan memudahkan seseorang untuk mencapai suatu tujuan yang terarah. Hubungan konsep diri dengan prestasi diantaranya:
a.       Meningkatkan Motivasi
Motivasi yang tumbuh dari dalam diri seseorang (internal) maupun dari luar diri seseorang (eksternal) dapat mempengaruhi konsep diri yang akan dibentuk dan dibangun sehingga hal itu menjadi salah satu pemicu pembentukan kepribadian. Jika seseorang mempunyai konsep diri yang positif, maka hal itu dapat meningkatakan motivasi seseorang dan mendorongnya untuk melakukan suatu dalam meningkatkan prestasi belajar.  
b.      Meningkatkan rasa percaya diri
Ketika seseorang sudah memiliki konsep diri yang positif, maka akan melahirkan rasa percaya diri di dalam diriya. Sehingga memudahkan seseorang untuk berinteraksi dan melakukan berbagai macam kegiatan yang dapat menunjang prestasi belajar seseorang.  
c.       Menjadikan seseorang memahami dirinya, baik kelebihan dan kekurangannya
Konsep diri yang positif menjadikan seseorang lebih memahami siapa dirinya, kemampuannya dan kekurangannya. Jika seseorang telah mengetahui kelebihan dan kekurangannya, maka ia akan mengetahui hal-hal apa saja yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu seperti hal nya prestasi belajar.
d.      Menjadikan seseorang untuk berpikir positif  
Pikiran positif yang ada pada diri seseorang berasal dari pengkonsepan seseorang mengenai dirinya sendiri. Hal itu terbentuk dari faktor internal maupun eksternal. Ketika seseorang dapat berpikir positif mengenai berbagai hal termasuk mengenal diri sendiri maka itu akan memudahkannya untuk mencapai prestasi belajar yang baik. 
e.       Memudahkan seseorang dalam belajar  
Konsep diri yang positif akan melahirkan berbagai hal yang positif seperti berpikir positif, motivasi, pemahaman terhadap diri sendiri, meningkatkan rasa percaya diri, dan lain sebagainya. Dengan adanya pengkonsepan diri yang positif, maka akan memudahkan seseorang dalam mencapai tujuannya. Memudahkan seseorang dalam proes belajar, sehingga dapat menunjang prestasi belajar yang baik.

BAB III

PENUTUP
Konsep diri adalah cara pandang menyeluruh tentang dirinya yang merupakan penilaian tentang diri, bagaimana individu memandang dan menilai diri dalam bersikap dan berperilaku sehingga akan mempengaruhi tindakan dan pandangan yang berdasarkan pada penilaian tentang diri siswa baik kondisi fisik maupun lingkungan terdekatnya. Konsep diri merupakan gambaran seorang individu tentang dirinya secara fisk, sosial, dan psikologis yang diperoleh melalui interaksi dengan orang lain.
Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh seseorang setelah ia melakukan perubahan belajar. Prestasi belajar seseorang juga ditentukan oleh konsep diri yang bentuk oleh diri seseorang. Sehingga, konsep diri yang positif akan menumbuhkan prestasi belajar yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohammad, Muhammad Asrori. (2006). Psikologi Remaja. Jakarta: Bumi Aksara.
Corey, Gerald. (2009). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.
Hurlock, Elizabeth B. (1980). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.
Panuju, Panut, Ida Umami. (1999). Psikologi Remaja. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Setyoningtyas, Emila. (2009). Kamus Trendy Bahasa Indonesia. Surabaya: Apollo.
Yuliarti, Nurheti. (2008). Menjadi Penulis Profesional Kiat Jitu Menembus Media Massa dan Penerbitan. Yogyakarta: Media Pressindo.
Yustimah, Ahmad  Iskak. (2010). BAHASA INDONESIA TATARAN MADIA untuk SMK dan MAK Kelas IX. Jakarta: Erlangga.
Wiranto, Asul. (2010). PELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA untuk SMA & MA KELAS X. Jakarta: Grasindo